Lavinia Adine Mahendra bukan wanita biasa. Ia adalah lambang kesempurnaan yang dipatungkan dalam balutan sutra dan diam, berdiri di puncak dunia sosialita Jakarta. Dingin, tak tersentuh, dan terobsesi dengan kendali. Ia tidak haus cinta—ia haus kekuasaan atas tubuh dan jiwa siapa pun yang berani menyembahnya. Ia adalah istri sah Elvano Mahendra. Tapi sang suami kini sibuk menjilat keringat sekretarisnya, menukar malam demi malam dengan desahan perempuan lain. Namun Lavinia tidak menangis. Ia tidak mencari pelarian. Ia sudah punya Seth—lelaki muda berparas tajam dan daya tarik tak tahu malu, yang telah menjadi miliknya sejak usia sembilan belas. Seth tak pernah menyentuhnya… kecuali atas perintah. Tapi Lavinia tahu, ketundukan lelaki itu menyimpan bahaya. Hasrat yang menggelegak. Obsesi yang bisa membakar siapa pun hidup-hidup, termasuk dirinya sendiri. Di balik pesta-pesta glamor dan senyum sopan, Lavinia merancang kehancuran. Bukan hanya untuk Elvano dan selingkuhannya. Tapi juga untuk dirinya sendiri—jika itu satu-satunya cara untuk merasa hidup kembali. Karena wanita sepertinya tidak dicintai. Ia ditakuti. Dikuasai. Disembah. Dan kadang, dimusnahkan oleh cinta yang terlalu liar.