Starynovel - 1997'a noble princess is forced to marry the prince of the kingdom
close button

Add Starynovel to the desktop to enjoy best novels.

1997'a noble princess is forced to marry the prince of the kingdom
book-rating-imgREADING AGE 16+
Estelinede d'argent
Romance
ABSTRACT
Di balik tirai tipis sutra, aula meledak dengan tepuk tangan saat janji suci diucapkan. Mahkota emas berkilau di atas kepala mereka, simbol persatuan sekaligus pengingat pahit akan pengkhianatan.Jari-jari Elira terkunci dalam genggaman Kaelen, setiap tekanan adalah pertempuran tanpa suara. Bagi para bangsawan yang menyaksikan, itu tampak seperti kelembutan. Bagi mereka berdua, itu perang yang disamarkan dalam pernikahan.Imam kerajaan mengangkat tongkat sucinya, berseru lantang, “Dengan ikatan ini, kedamaian akan terwujud.”Damai. Kata itu terasa seperti racun di lidah Elira.Kaelen mendekat, bibirnya tetap melengkung dengan senyum kejam. “Tersenyumlah lebih lebar, Putri,” bisiknya. “Biarkan mereka percaya sandiwara ini.”Senyumnya melebar, mempesona, penuh kepura-puraan. Namun matanya membara, seperti api yang tersembunyi di balik es. “Hati-hati, Pangeran. Ular pun tersenyum sebelum menggigit.”Sorak-sorai menggema saat mereka berciuman—sentuhan hampa yang terasa seperti baja dan kepahitan. Dalam sekejap itu, kedua kerajaan percaya bahwa harapan telah terikat.Hanya Elira dan Kaelen yang tahu kebenarannya: perang belum berakhir. Ia hanya berpindah dari medan pertempuran ke kamar tidur.Malam merayap masuk ketika pesta usai, meninggalkan hanya cahaya lilin yang berkelip di kamar pengantin. Tirai beludru tebal ditarik rapat, memutuskan mereka dari dunia luar. Segala sorak dan doa restu yang tadi bergema di aula hilang sudah, digantikan keheningan yang menekan.Elira berdiri tegak, gaun putihnya menjuntai seperti rantai tak terlihat, membebani setiap langkah. Kaelen menanggalkan jubahnya dengan gerakan malas, tatapannya dingin tak pernah lepas darinya—tatapan seorang pemenang yang merasa berkuasa atas musuhnya.“Jangan berpura-pura kuat, Putri,” ucapnya lirih, suaranya berat dan sarat ejekan. “Semua orang tahu kau hanya pion di papan catur ini.”Elira menoleh perlahan. Senyum dingin mengembang di wajahnya, lebih menusuk daripada kata-kata. “Lebih baik jadi pion yang hidup, daripada raja yang mati di tangan sendiri.”Keheningan turun di antara mereka, berat dan penuh duri. Angin malam merayap lewat celah tirai, seolah menjadi saksi bisu atas kebencian yang tak bisa disembunyikan.Mereka berdiri hanya beberapa langkah terpisah. Namun jarak itu terasa seperti jurang dalam—jurang yang suatu hari harus mereka seberangi. Entah dengan darah… atau dengan cinta.

Library

Discover

Search

Me